Rizal Mutaqin, penulis produktif sekaligus pendiri Bhumi Literasi Anak Bangsa, mengajak masyarakat menjadikan menulis sebagai cara sederhana dan efektif untuk meredam stres di tengah tekanan hidup modern. Menurutnya, menulis tidak hanya menjadi sarana ekspresi, tetapi juga medium untuk merapikan pikiran, mengurai emosi, dan menemukan kembali ketenangan batin. Ajakan ini ia sampaikan dalam sebuah diskusi literasi yang digelar pekan ini.
Dalam kegiatan tersebut, Rizal menjelaskan bahwa stres kerap muncul karena otak manusia dipenuhi berbagai beban yang tidak tersalurkan. Dengan menuliskannya, beban itu tidak hanya keluar dari kepala, tetapi juga berubah menjadi sesuatu yang lebih mudah dipahami. “Menulis itu seperti cermin. Kita bercermin pada pikiran sendiri dan belajar mengelolanya,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa proses menulis tidak harus formal atau mengikuti kaidah tertentu. Masyarakat dapat memulainya dengan mencatat apa pun yang dirasakan setiap hari. Menurut Rizal, kebiasaan menulis bebas selama lima hingga sepuluh menit sudah cukup membantu menurunkan ketegangan mental dan meningkatkan kejernihan berpikir.
Rizal juga menekankan bahwa menulis memberikan ruang aman bagi seseorang untuk jujur terhadap dirinya sendiri. Dalam tulisan, setiap orang bebas menumpahkan kekhawatiran, rasa marah, maupun kesedihan tanpa rasa takut dihakimi. “Kertas itu tidak pernah menghakimi kita. Ia hanya menerima,” kata penulis buku filosofi tukang parkir tersebut.
Selain meredam stres, menulis juga terbukti meningkatkan kemampuan refleksi diri. Rizal menyebutkan bahwa para praktisi kesehatan mental di beberapa negara telah lama menggunakan terapi menulis sebagai bagian dari proses penyembuhan. Teknik ini dikenal sebagai expressive writing dan dianggap efektif membantu individu memahami akar emosinya.
Lebih jauh, Rizal mengatakan bahwa budaya menulis di Indonesia masih perlu diperkuat. Banyak orang lebih memilih menyimpan beban pikiran daripada menuangkannya ke dalam tulisan. Padahal, menurutnya, menulis merupakan aktivitas murah, mudah dilakukan, dan memiliki manfaat jangka panjang bagi kesehatan mental.
Ia berharap masyarakat mulai membangun kebiasaan menulis sejak dini. Generasi muda, terutama yang hidup di era digital, menurut Rizal perlu diperkenalkan pada aktivitas menulis bukan hanya sebagai tugas sekolah, tetapi juga sebagai alat untuk memahami diri sendiri. “Mental yang kuat lahir dari pikiran yang tertata. Menulis membantu menata itu semua,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Rizal juga membagikan beberapa tips praktis. Ia menyarankan masyarakat menyediakan jurnal pribadi, membuat jadwal menulis harian, serta menulis tanpa menghapus atau mengoreksi terlebih dahulu. Menurutnya, inti dari menulis untuk meredam stres bukanlah estetika, melainkan kejujuran dan keluwesan dalam mengekspresikan diri.
Ajakan Rizal mendapat respon positif dari para peserta diskusi. Banyak di antara mereka mengaku bahwa menulis adalah aktivitas yang selama ini tidak terpikirkan sebagai cara untuk mengatasi tekanan hidup. Namun setelah mencobanya di sesi praktik singkat, mereka merasakan efek menenangkan dari kegiatan tersebut.
Di akhir acara, Rizal berharap gerakan menulis untuk kesehatan mental bisa menjadi tren positif di masyarakat. Ia percaya, jika lebih banyak orang membiasakan diri menulis, maka tingkat stres dapat ditekan dan kualitas hidup pun meningkat. “Kita mungkin tidak bisa menghilangkan masalah. Tapi kita bisa mengelola stresnya. Salah satu caranya adalah dengan menulis,” pungkasnya.
Rizal Mutaqin Ajak Masyarakat Redam Stres dengan Menulis

Komentar
Bhumi Literasi
